Mana Lebih Baik, Pilih Busi Single Elektrode Atau Multi ?

AFTERMARKETPLUS.id – Busi merupakan komponen vital di sebuah motor bakar. Selain material busi, jumlah ground electrode juga ada bermacam-macam lho! Mana ang lebih baik, cuma punya satu ground elektrode atau banyak ? Simak ulasan dari OtoPintar…

MATERIAL VS KONTRUKSI

Buat Sobat OtoPintar, material busi tentu sudah banyak artikel yang mengulasnya, dimana urutannya dari yang memiliki daya hantar listrik terbaik adalah jenis Silver, Copper, Nikel, Platinum, Iridium hingga Ruthenium.

Namun titik leburnya menjadi kebalikannya. Dimana Iridium yang paling ‘strong’ dengan titik lelehnya hingga 2.446°C, sedangkan tembaga (Copper) hanya 1.084°C.

Bahkan material perak (Silver) dapat berubah bentuknya di suhu 962°C. Dimana suhu ruang bakar bisa mencapai 800 °C. Artinya, material ini tidak tahan jika mesin dimodifikasi menjadi kompresi tinggi.

Tak heran jika diameter center elektrode busi Platinum dan Iridium bisa dibuat 0.4 – 0.6 mm. Sedangkan jenis Nikel, Tembaga dan Silver harus menggunakan diameter 2.5 mm agar usia pakai businya tidak terlalu singkat.

Keuntungan kontruksi center elektrode jenis jarum ini adalah titik nyala api yang fokus. Alhasil, posisi fire point tidak bergeser sehingga membuat pembakaran menjadi lebih stabil. Ujungnya adalah emisi gas buang yang lebih rendah.

Sedangkan jenis busi multi ground elektrode memiliki kontruksi yang lebih terbuka, sehingga titik ledaknya langsung mengarah ke piston.

Tapi kelemahannya fire point-nya tidak fokus, lantaran percikan kerap bergantian, tergantung jumlah ground elektrode.

“Sebenarnya, sejarah multi ground electrode dirancang untuk memperpanjang usia pakai busi. Dimana center elektrode masih menggunakan material Nikel,” terang Diko Oktaviono selaku Technical Support NGK Busi Indonesia.

Namun Diko menambahkan bahwa keunggulan multi elektrode ini adalah tahan terhadap getaran sehingga busi jenis ini kerap digunakan untuk motor-motor bergenre trail.

BUSI NGK CR8EK

Eksperimen pun dilakukan OtoPintar pada Yamaha Tricity yang notabene memiliki mesin serupa dengan Yamaha Max series. Busi standar single elektrode berkode NGK CPR8EA-9 dikikir hingga bagian center elektrodenya terbuka.

Hasilnya, performa mesin sedikit meningkat, meski konsekuensinya usia pakai busi menjadi cukup singkat.

Solusinya, OtoPintar menggunakan NGK CR8EK yang memiliki double ground electrode yang merupakan busi standar Suzuki Bandit.

Material Nikel spesial yang masih diracik dari negara asalnya – Jepang – memiliki gap hanya 0.7 mm atau lebih pendek 0.2 mm dari busi standar (0.9 mm).

Daya hantar listrik yang baik, membuat beban kerja koil semakin ringan, plus gap busi yang lebih pendek yang akan meminimalkan miss fire alias busi gagal bekerja.

Fire position yang lebih pendek 0.5 mm atau menjauhi dari permukaan piston ketimbang busi standar memerlukan sedikit perubahan pada timing ignition. Menaikan 1° titik pengapian via ECU Aracer akan membantu untuk mentoleransi perubahan fire position.

Nah… Dengan perubahan ini, Yamaha Tricity OtoPintar terasa kian bertenaga.

[Dhany Ekasaputra]

About Dhany Ekasaputra 284 Articles
Experience 1. Racing Driver (1999-2002) 2. Testing Driver, e.g : Lamborghini Aventador, Lamborghini Gallardo, Lotus Elise, Nissan GT-R, Nissan Juke R, McLaren 650 S, etc (2001-2015) 3. Journalist Otosport (2001-2003) 4. Journalist Auto Bild Indonesia (2003-2009) 5. Technical Editor Auto Bild Indonesia (2009-2015) 6. Instructor Safety Institute Indonesia (2014-2016) 7. Operational Manager PT OtoMontir Kreasi Indonesia (2015-2017) 8. Managing Editor aftermarketplus.id (2017- )