Mengenal B20 Lebih Dalam. Apa Saja Dampaknya Untuk Mesin Diesel di Indonesia?

AFTERMARKETPLUS.id – Dalam rangka mengurangi impor minyak yang diperkirakan Pemerintah bisa menghemat sekitar US$ 5 – 6 Miliar, biodiesel 20 atau lebih terkenal dengan sebutan B20, telah resmi dipasarkan pada 1 September lalu.

Dengan kandungan minyak nabati sebanyak 20% yang dipadu dengan 80% minyak fosil, apa saja dampaknya bagi mesin diesel di Indonesia?

CAMPURAN MINYAK NABATI

Pengunaan minyak nabati, secara otomatis akan mengurangi impor minyak fosil, lantaran minyak nabati dapat diperoleh dengan mudah di Indonesia via kelapa sawit. Hal inilah yang dipertimbangkan Pemerintah di bawah kepemimpinan H. Ir. Joko Widodo, agar harga CPO dari kelapa sawit meningkat.

Artinya, permasalah ada dicampuran minyak nabati yang dalam hal ini disebut FAME (Fatty Acid Methyl Ester). Dengan campuran sebanyak 20%, otomatis akan mengubah struktur bahan bakar diesel ini.

MEMILIKI SIFAT MEMBERSIHKAN

Biodiesel 20 ini memiliki sifat membersihkan. Jadi kotoran pada fuel system akan dibersihkan sehingga pemilik mobil perlu menganti filter bahan bakar atau lebih dikenal dengan filter solar lebih cepat, saat pertama kali pemakaian.

“Karena produk ini mengalami proses esterifikasi, maka ia memiliki kemampuan seperti alcohol yang bisa merontokkan kotoran. Karena itu, pada pemakaian awal akan merontokkan kotoran/kerak/deposit yang ada di semua bagian yang dilewatinya. Tentu pada akhirnya semua kotoran itu akan tersaring di filter sehingga mengakibatkan sumbatan,” terang Tri Yuswidjajanto Zaenuri selaku peneliti dan dosen ITB.

PERLU PELUMAS MESIN KHUSUS

Karena sifat membersihkan yang kuat inilah, membuat lapisan film dalam pelumas sebagai pelindung dari komponen bergerak di mesin turut mengalami kendala. Dengan kata lain, usia pakai pelumas menjadi lebih singkat dari semestinya.

“Karena biodiesel terbuat dari unsur nabati, maka akan mudah teroksidasi, sehingga pada pembakaran pun akan menghasilkan oksidasi yang lebih banyak juga. Produk oksidasi ini, jika bertemu dengan H2O akan menciptakan senyawa yang bersifat asam. Otomatis pelumas juga tercemari oleh produk pembakaran melalui mekanisme blow-by. Untuk itu, beberapa aditif dalam pelumas perlu diperkuat seperti anti oksidan, dispersan dan Total Base Number dengan nilai yang lebih tinggi,” tambah Yus kembali.

CETANE NUMBER MIRIP SOLAR

Jika menilik dari Cetane Number (CN) yang dimiliki Solar alias B0 berada diangka 48, dan B100 memiliki CN 51, maka jika dihitung berdasarkan persentase, otomatis B20 memiliki CN 48,6. Artinya, B20 hanya sedikit lebih baik dari Solar.

Sebagai info, semakin tinggi Cetane Number, maka bahan bakar lebih mudah terbakar akibat kompresi alias kebalikan dari Octane Number pada bensin.

Tapi hal ini tidak serta merta membuat performa mesin meningkat, mengingat nilai kalor yang dimiliki B20 sedikit lebih rendah dari B0 alias Solar.

“Secara matematis, nilai kalor B20 hanya lebih rendah 1,9% dari Solar (B0). Nilai Kalor Solar per liter kira-kira 35,97 MJ/L dan Nilai Kalor B20 sekitar 35,28 MJ/L,” jelas peneliti dan dosen ITB tersebut.

Secara teoritis, dengan selisih hanya 1,9% otomatis hal ini tak akan berimbas terlampau banyak terhadap penurunan performa mesin.

TIDAK BOLEH DISIMPAN LAMA

Lagi-lagi karena hadirnya unsur nabati, otomatis B20 akan lebih mudah mengikat air dari udara. Kebayang dong sob, kalo biodiesel ini disimpan dalam waktu lama. Kandungan air akan meningkat sehingga dapat membuat kinerja mesin terganggu.

Hal ini pula yang membuat produsen mobil perlu memperbaiki penggunaan logam pada fuel system agar terhindar dari korosi. Meski seharusnya, kendala ini tidak ditemui pada mesin modern, mengingat penerapan biodiesel sebenarnya sudah cukup lama, meski masih memiliki kadar 5% atau 10%.

Kesimpulannya, mobil harus sering digunakan agar biodiesel tidak mengendap lama di dalam tangki bahan bakar. Begitu pun dengan hadirnya B20, secara otomatis B0 alias Solar tidak ada lagi dipasaran.

[Dhany Ekasaputra]

About Dhany Ekasaputra 284 Articles
Experience 1. Racing Driver (1999-2002) 2. Testing Driver, e.g : Lamborghini Aventador, Lamborghini Gallardo, Lotus Elise, Nissan GT-R, Nissan Juke R, McLaren 650 S, etc (2001-2015) 3. Journalist Otosport (2001-2003) 4. Journalist Auto Bild Indonesia (2003-2009) 5. Technical Editor Auto Bild Indonesia (2009-2015) 6. Instructor Safety Institute Indonesia (2014-2016) 7. Operational Manager PT OtoMontir Kreasi Indonesia (2015-2017) 8. Managing Editor aftermarketplus.id (2017- )